Alhamdulillah segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga
senantiasa terlimpah atas Baginda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasalama.
Pada
zaman tabi’in, menghormati dan mengagungkan bulan Sya’ban sudah
merupakan tradisi dalam peningkatan ibadah. Namun dalam perkembangan sesudah
generasi berikutnya, penghormatan yang seharusnya direfleksikan
dengan cara menambah kesungguhan dalam beribadah bergeser menjadi
pengagungan yang sifatnya “dhohiriyah” saja. Hal inilah yang
menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat ) para ‘Ulama dalam
menyikapi penghormatan pada bulan Sya’ban
Dalam
hal mengormati bulan Sya’ban, para Tabi’in di negara Syam,
seperti Kholid bin Ma’dan, Mak-hul, Luqman bin Amr, Ibrohim
Rahimahullahu semuanya mengagungkan dan memuliakan bulan Sya’ban
khususnya nisfu Sya’ban dengan cara bersungguh-sungguh dalam
beribadah.
Tradisi
menghormati bulan Sya’ban berjalan secara turun temurun dan
dilestarikan oleh generasi sesudah para tabi’in tersebut. Namun
sayang bila di kemudian hari – seiring semakin jauhnya jarak
dimensi waktu dari para tabi’in – tradisi tersebut mengalami
distorsi/pergeseran. Menghormati dan mengagungkan bulan Sya’ban
yang seharusnya direfleksikan dengan menambah kesungguhan dalam
beribadah pada Allah Azza Wa Jalla bergeser pada penghormatan yang
sifatnya secara dhohiiriyah (fisik) saja.
Khilafiyah Para ‘Ulama
Tak
mengherankan bila pada masa berikutnya para ‘Ulama ikhtilaf/berbeda
pendapat secara teknis dalam hal mengagungkan bulan Sya’ban.
Sebagian ‘Ulama ada yang merekomendasi keutamaannya menghormati
Sya’ban, namun ada juga ‘Ulama yang melarang hal tersebut. Ulama’
yang melarang tersebut kebanyakan ‘Ulama dari negara Hijaz, melalui
fatwa : “Mengagungkan Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban)
adalah bid’ah” .
Namun
sayang bila di kemudian hari – seiring semakin jauhnya jarak
dimensi waktu dari para tabi’in – tradisi tersebut mengalami
distorsi / pergeseran. Seorang Mu’min seharusnya tatkala malam
Sya’ban datang menyambutnya dengan sholat malam, membaca Al-Qur’an
dan berdzikir pada Tuhan Penguasa Alam.
Berkumpul
di Masjid tatkala malam Nisfu Sya’ban, dan melaksanakan sholat
sunah dengan berjama’ah merupakan suatu kemakruhan. Bahkan menurut
Imam ‘Auza_I yang merupakan seorang Imam di negara Syam dan
masyhur ke’aliman serta ahli fiqh, sholat nisfu Sya’ban termasuk
perbuatan makruh. Dimakruhkan pula menghormati Sya’ban dengan cara
menghiasi Masjid, sebagi misal menyalakan semua lampu Masjid dengan
maksud agar lebih semarak dan gemerlap. Sebab menyalakan lampu di
Masjid Jami’ lebih-lebih pada bulan Sya’ban tidak diperbolehkan
(sebgaimana disebutkan dalam Kitab “Kinayah”).
Begitu
juga termasuk bid’ah bila menghormati Sya’ban – namun sebatas
penghormatan ceremonial, tanpa adanya ruh kecintaan – sebagai misal
menghiasi jalan, pasar dan tempat-tempat umum lainnya dengan
gemerlapnya lampu-lampu yang beraneka ragam.
Tabdzir
(menyia-nyiakan harta)
Bahkan dikatakan bila seseorang menyalakan lampu di Masjid, maka ia mempunyai kewajiban untuk mengganti biaya operasional lampu tersebut. Bila ada orang yang mewaqafkan “kemanfaatan” lampu dengan maksud untuk menghormati bulan Sya’ban, maka perbuatan itu tidak tergolong waqaf dalam arti syar’i. Sedangkan apabila biaya operasional dari lampu bukan merupakan harta waqaf sehingga dalam menyalakan lampu diniyatkan hanya karena Allah Subhanahu Tabaroka Wa Ta'ala, maka perbuatan tersebut termasuk tabdzir (menyia-nyiakan harta). Padahal menyia-nyiakan harta diharamkan, karena Rosulullah SAW melarang untuk menyia-nyiakan harta.
Attention
:
Dan
apabila menyalakan lampu tersebut dimaksudkan sebagai sarana
bertaqorub pada Allah Subhanahu Tabaroka Wa Ta'ala, maka hal itu
tergolong bid’ah besar, perbuatan terkotor dari yang paling kotor.
Disebutkan
pula, sholat sunnah yang dilakukan secara berjama’aah di bulan
Sya’ban termasuk bid’ah yang keji, yang wajib disingkiri dan
dihindari. Sebab ‘Ulama Fiqh sudah iltifat mengenai kemakruhan
melaksanakan sholat sunnah secara berjama’ah kecuali pada sholat
tarawih (sholat malam di bulan Romadhon), sholat istisqo’(sholat
memohon datangnya hujan), sholat kusuf (sholat tatkala gerhana
matahari) dan sholat husyuf (sholat disaat gerhana bulan).
Inspired
: Catatan kecil dari mengaji Majlis Kitab "Durrotun Nasihin"
Btw, yang perlu disadari Kitab tsb masih banyak hadits dho'if dan kisah2 'israiliyat, perlu kehati-hatian untuk mengambil mana yang sesuai dng ddien Islam dan bermanfa'at.
Selamat Menjaring Pahala Dengan Menghidupkan Malam Nisfu Sya'ban, kawan....