Alhamdulillah, wash sholatu was salaamu ‘ala Rosulillah sholallahu ‘alaihi wassalama.
Sebagai ummat Islam tentu kita akan langsung menjawab pertanyaan di atas dengan “Allah”. Ya, itulah nama Tuhan kita, Tuhan saya, anda dan kita semua, Tuhan bagi yang mengimani maupun bagi yang mengingkari. Namun kita akan terperanjat manakala mengetahui ada sebagian manusia yang menganggap bahwa "Allah" bukanlah nama namun hanya sebatas gelar yang bermakna sesembahan, muncullah konsep men-subtitusi "Allah" menjadi Tuhan, God, Lord, Gusti, Sang Hyang, Tian etc. Dengan kata lain menurut mereka lafadz "Allah" adalah kata umum yang bermakna "Tuhan".
Hal ini sungguh aneh, nama "Allah" yang udah diinformasikan sejak Nabi Adam a.s dianggap bukan nama namun hanya sebatas gelar yang bermakna sesembahan. Ini seperti kata "narsis" yang tadinya adalah nama seseorang yang memuja diri sendiri, kini menjadi nama gelar untuk siapapun yang memuja diri sendiri.
Hal ini sungguh aneh, nama "Allah" yang udah diinformasikan sejak Nabi Adam a.s dianggap bukan nama namun hanya sebatas gelar yang bermakna sesembahan. Ini seperti kata "narsis" yang tadinya adalah nama seseorang yang memuja diri sendiri, kini menjadi nama gelar untuk siapapun yang memuja diri sendiri.
Yaa Allah, semakin kesini kami semakin mengerti bagaimana tahapan2 yang dialami ummat beragama sebelum kami sehingga tergelincir pada kesesatan dan pemberhalaan. Engkau perkenalkan kepada kami 99 Asma indah untuk memanjatkan do'a dan memanggil-Mu namun kami tetap yakin bahwa "Allah" itulah nama-Mu. Laisa kamitslihi syai'un (QS. 42:11) tak ada sesuatupun yang serupa dengan-Mu. Ketika kami memanggil-Mu dengan Yaa Maliku (Yang Maha Merajai) tak sedikitpun terbesit memvisualkan-Mu dengan sosok seorang Maha Raja. Ketika kami memanggil-Mu dengan Yaa 'Adlu (Yang Maha 'Adil), tak terbesitpun kami memvisualkan-Mu dengan sosok yang sedang memegang neraca timbangan. Ketika kami memanggil-Mu dengan Yaa nNuuru (Yang Maha Pemberi Cahaya), tak sedikitpun kami berpikir bahwa Engkau adalah matahari yang bersinar.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, a'udzubillahi minasy syaithonirrojiim, bismillahirrohmaanirrohiim :
إِنَّنِي أَنَااللَّهُ لَاإِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
20:14. Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.
Jika firman Allah Ta'ala tersebut saya baca, mohon jangan anggap saya lancang mengaku diri bernama Allah, anda salah jika "Aku" diatas merujuk pada si pembaca Firman Allah, anda salah jika saya menyuruh untuk disembah, ya,,, salah jika anda memaknai demikian. Itulah yang terjadi pada ummat sebelum kita, ketika para Nabi a.s menerima dan kemudian menyampaikan Firman Allah Ta'ala sebagaimana di atas, akan menimbulkan berbagai reaksi yang berpotensi pada distorsi, apalagi jika Firman tersebut sudah diterjemahkan, terjemahan itu diterjemahkan lagi, diterjemahkan lagi, lagi dan lagi. Berikut sebuah ilustrasi, betapa pada kalimat yang sama menimbulkan beberapa interpretasi yang berbeda :
Utusan Pertama : Allah berfirman “Sembahlah Aku”
Ummat Cerdas : Ooo,,, kita harus menyembah Allah
Ummat Primitif : Ooo,,, Allah itu artinya Sesembahan tow.
Utusan Selanjutnya : Allah berfirman “Sembahlah Aku”
Ummat Cerdas : Ooo… Sang Utusan menyuruh kita untuk
menyembah hanya pada-Nya (Allah).
Ummat Primitif : Ooo… Sesembahan berfirman agar kita
menyembah pada-nya (Sang Utusan).
Utusan Terakhir : Allah berfirman “Sembahlah Aku"
Ummat Cerdas : Ooo,,, Sang Utusan membaca firman Allah,
agar kita menyembah kepada-Nya (Allah)
Ummat Primitif : Ngaco… Allah tuh artinya Sesembahan, dan
Sesembahan itu menyuruh kita untuk menyembah kepada-nya (Utusan sebelumnya),,,, goblok lu,,,
konservatif lu….!!!
Memahami Agama-agama Dunia
Hingga saat ini, saya masih percaya bahwa semua agama tidak sama, namun berasal dari sumber yang sama, pendistorsian yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja dari generasi ke generasi lah yang pada akhirnya membedakan agama2 yang ada, dan Islam mengajak kembali kepada agama asal, agama fitrah manusia, yang hanya menyembah kepada Allah Azza Wa Jalla. Masih eksisnya agama2 lain selain Islam, tentu merupakan anugerah Allah Ta'ala agar ummat Islam sendiri mengambil pelajaran dari pendistorsian2 yang telah dilakukan ummat sebelum Islam datang.
Sekilas Tentang Bahasa Rumpun Semitik
Agama Semitik (Yahudi, Kristen, Islam) berasal dari rumpun
keturunan Sem ( Sam bin Nuh a.s). Arphaksad adalah putra Sem yang menurunkan
bangsa Ibrani (dikaitkan nama Eber cucu Arphaksad), dan Aram putra Sem
menurunkan bangsa Aram dan Arab. Dalam hal bahasa, Aram lebih dahulu
mengembangkan bahasanya, sedangkan
bangsa Ibrani mengembangkan bahasa Ibrani dengan berakulturisasi dengan
bahasa Kanani dan Amorit dan menggunakan abjad Kanani kuno (Funisia) yang
kemudian berkembang dalam bentuk bulat karena pengaruh bahasa Aram.
Menurut Yuhana Al Damsyiqi Fransiscus Xaverius Aryanto
Nugroho (seorang Kristen Ortodhox yang belajar bahasa Arab dan Islamolog di Mesir dan Damsyiq), Abraham berasal dari Mesopotamia
dan berbahasa Aram, setelah hijrah ke Palestina, Ishak a.s anaknya mengawini
iparnya Ribka, saudara Laban yang tinggal di Mesopotamia, Laban dicatat Alkitab
sebagai orang Aram berbahasa Aram (Kejadian 31:20,47). Yakub, putra Ishak dan
Ribka, mengawini Lea dan Rachel anak-anak Laban yang berbahasa Aram juga. Jadi
orang Israel (keturunan Yakub) mengikuti bahasa Aram bahasa nenek dan ibu
mereka. Alkitab menyebut orang Israel adalah keturunan Aram (Kejadian 25:5).
Ensiklopedia Islam (Cyrill Glasse, hlm.49-50) menyebut
bangsa Arab adalah masyarakat Semit keturunan Quathan (Joktan, anak Eber) dan
juga Adnan (hlm.12-13) yang menurunkan keturunan Ismael (putra Abraham), jadi
bangsa Arab merupakan keturunan Semitik, Ibranik dan Abrahamik juga. Bahasa
Arab berasal bahasa kuno Aram dan aksaranya merupakan perkembangan dari aksara
Nabatea Aram.
Nama Tuhan ‘El’ (Il) sudah lama dikenal di Mesopotamia, dan dalam dialek Aram nama itu disebut ‘Elah/Elaha (atau Alah/Alaha),’ di Israel disebut ‘El/Elohim/Eloah,’ dan dalam bahasa Arab disebut ‘Ilah/Allah.’ Kata sandang difinitif dalam bahasa Aram adalah ‘Ha’ yang diletakkan di belakang kata, dalam bahasa Ibrani diletakkan di depan (Ha Elohim), sedangkan dalam bahasa Arab kata sandang ditulis ‘Al’ diletakkan di depan (Al-Ilah). Jadi baik El/Elohim/Eloah, Elah/Elaha, dan Ilah/Allah menunjuk kepada Tuhan Monotheisme Abraham yang sama, baik sebagai nama pribadi maupun sebutan untuk ketuhanan.
(Sumber : artikel dari Yuhana Al Damsyiqi Fransiscus Xaverius Aryanto
Nugroho seorang Kristen Ortodhox yang belajar bahasa Arab dan Islamolog di Mesir dan Damsyiq).
Kesimpulan : Jika yang dimaksud mereka Abraham adalah Nabi Ibrahim a.s dalam term Aqidah Islam maka lafadz “Allah” sudah dikenal turun temurun
sejak Nabi Adam a.s hingga Nabi Nuh a.s. Putra Nabi Nuh a.s bernama Sam memiliki putra bernama Arphaksad (moyang
bangsa Ibrani) juga memiliki putra bernama ‘Aram (moyang bangsa “Aram dan
bangsa ‘Arab). Berbeda dengan Ibrani yang bahasanya sudah berakulturasi dengan
bahasa Kanani dan Amorit, bangsa ‘Aram dan ‘Arab lebih berusaha menjaga
originalitas bahasa moyangnya (Sam – Nuh a.s – Adam a.s). Pada bangsa Arab-pun ketiga pemeluk agama yaitu Islam, Kristen, Yahudi sudah terbiasa menyebut nama Allah, namun dengan Aqidah Ketuhanan yang berbeda. Sebagai ummat Islam
kita percaya bahwa ‘Al-Qur’an dalam bahasa ‘Arabiyyun Mubiin, bukan bahasa
‘Arab yang kita kenal saat ini melainkan bahasa kuno yang sangat kuno, bahasa
asal manusia, bahasa yang dikenalkan Allah Ta’ala kepada Nabi ‘Adam a.s.
Lafadz “Allah” dalam bahasa
rumpun Semitik
אלוה -
'ELOAH (Ibrani), >>> 'alef - lamed - he',
אֱלָהָא -
'ELAHA' atau אֱלָהּ -
'ELAH (Aram) >>> 'alap - lamad - he',
الله - ALLAH (Arab) >>> 'alif - lam – hha.
الله - ALLAH (Arab) >>> 'alif - lam – hha.
Sebagai ummat Islam tentu kita mengetahui bagaimana pengucapan "الله" yang benar, yaitu ALLOH dengan dobel lam(L), dan lam tsb dibaca taghlidh (tebal), dan pengucapannya bukan dengan "A" tapi diucapkan "O" (seperti tulisan "jawa" tapi dibaca "jowo"). Adapun dalam style Ibrani, Alef jika bertemu dengan Lamed dibaca dengan jelas “AL” perhatikan
penulisan alif-lam (ibrani) ALeim אלהים , dan Lamed jika ada Vet
ditranslasi menjadi “O” sehingga lafadz yang benar adalah ALOH = אלוה
Penulisan huruf gaya IBRANI keliru TOTAL karena seharusnya double LAMED sehingga yang benar adalah sytel Aramic (اللَّهِ) => ALLOH = אללוה
Penulisan huruf gaya IBRANI keliru TOTAL karena seharusnya double LAMED sehingga yang benar adalah sytel Aramic (اللَّهِ) => ALLOH = אללוה
Aleihim אלהים Memang benar itu dalam
bentuk JAMAK (Plurality) dari kata “kamu-kamu” atau “MEREKA “ yang
sepadan dengan bahasa ARAM : ﻋﻠﻴْﻬﻢ
Allah, Gelar Atau Nama ?
Sebagaimana sudah pernah saya singgung di atas tentang analogi asal mula kata "narsis", kata "narsis" yang tadinya adalah nama
seseorang yang memuja diri sendiri, kini menjadi nama gelar untuk
siapapun yang memuja diri sendiri. Begitupun nama "Allah" (baca : Alloh) yang tadinya DIA sendiri memperkenalkan nama-Nya pada manusia untuk dijadikan sesembahan, kini akan digeser maknanya oleh ummat primitif dengan dianggap sebagai gelar yang bermakna "sesembahan" saja.
Secara etimologi, kata "nama" memiliki arti sbb:
Nama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia/Tim Penyusun Kamus Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa, adalah: 1. Kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang,
dan sebagainya); 2. Gelar; sebutan 3. Kemasyhuran; kebaikan (keunggulan); kehormatan
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Prof. Dr. J.S. Badudu - Prof. Sutan
Mohammad Zain, menulis bahwa nama adalah: 1. Kata atau sebutan yang diberikan kepada seseorang atau benda untuk
mengenal orang dan benda itu dan membedakannya dari yang lain; 2. Gelar yang diberikan sebagai pengenal; 3. Kehormatan, kemasyhuran
Oxford Advanced Learner's Lictionary of Current English, AS Hornby pada
entri name menulis sebagai berikut: 1. Word(s) by which a person, animal, place, thing, etc. is known and
spoken to or of; 2. (Singular only) reputation; fame; 3. Famous person)
“Nama” dalam bahasa Ibrani
adalah " שֵׁם - SYÊM", SYÎN - MÊM,
“Nama” dalam bahasa ‘Aram SYÛM.
“Nama” dalam bahasa ‘Arab ISM – ALIF SIN MIM
“Nama” dalam bahasa ‘Arab ISM – ALIF SIN MIM
Dengan Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa “Allah” adalah nama.
Bukti :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
BISMILLAHIRROHMAANIRROHIIM : Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (QS Al Fatihah, 1;1)
בְּשֻׁם אֱלָהּ
BESYUM 'ELAH
: Dalam nama Allah (Ezra 5:1).
Alhamdulillah,,, semakin saya mencoba memahami Agama lain, semakin saya memahami betapa segala tantangan, rintangan dan ujian yang dialami ummat Islam sekarang, baik yang menyentuh aqidah maupun syari'ah, baik yang menyentuh 'ibadah mahdhoh maupun ibadah mu'amalah ternyata,,, ummat lain sbelum Islam-pun sudah pernah mengalami tantangan dan ujian tersebut. Mereka gagal menjaga kemurnian Firman Allah Ta'ala. Sekarang giliran kita untuk menjaganya.
Allah Ta’ala berfirman, kurang lebih artinya :
QS 12:40. Kamu tidak menyembah yang selain Allah
kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu
membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama
itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui."
QS 5:59. Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, apakah
kamu memandang kami salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa
yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan sebelumnya, sedang
kebanyakan di antara kamu benar-benar orang-orang yang fasik ?
Maha Benar Allah, dengan segala firman-firmanNYA.