Amat brillian jika kita melihat fakta bahwa para founding father bangsa Indonesia telah meletakkan dasar negara “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sebuah strategi da’wah yang sangat jenius dalam mengenalkan Islam yang universal, Islam yang berkonsep “monoteis mutlak” tanpa ternoda oleh monoteis panteistik. Monoteis panteistik pada gilirannya justru harus bersusah payah untuk membuktikan diri pada standard “Tuhan Yang Maha Esa”, terbukti bahwa agama-agama lain saat ini tertatih-tatih menjelaskan Tuhan YME dengan konsep trinitas, tri tunggal, tri murti, sementara itu kaum atheis yang sedikit tercerahkan mulai bersujud pada “Entitas Tunggal” dengan menyebut diri agnostik.
Ketika sesuatu diterima oleh seseorang tetapi ditolak oleh orang tentu tidak dapat dikatakan universal. Bagaimana Tuhan bisa disebut Universal ?. Apakah universal berhubungan dengan bentuk fisik – semisal uang - yang harus bisa “dilihat, diraba, diterawang”?. Ataukah “sifat” uang sebagai alat transaksi jual beli yang sah? Tentu kita lebih setuju bahwa esensi dari “sifat” lebih dinilai universal ketimbang “wujud” yang tidak lebih pada pemuasan keingintahuan inderawi belaka.
Apapun alasannya segala usaha me”wujud”kan Tuhan kedalam ranah material tidak dibenarkan dalam Islam. Umat lain mungkin beralasan bahwa “penampakan” Tuhan dibutuhkan untuk mereka yang masih bodoh memahami wujud spiritual Tuhan, toleransi yang demikian benarkah suatu bentuk pengajaran ? justru toleransi yang demikian semakin nampak sebagai usaha pembodohan, kawan.
Jadi bagaimana seharusnya Tuhan memanivestasikan diri-Nya kepada manusia agar bisa diterima oleh semua manusia. Apakah “Maha Kuasa” dapat dijadikan alasan bahwa Dia pun berkuasa untuk menitis atau menjelma?. Justru bagi Islam konsep penitisan dan penjelmaan adalah bentuk penghinaan terhadap Tuhan, emang Tuhan siapa kita, koq disuruh menitis atau menjelma hanya untuk memuaskan rasa dahaga panca indera ?.
Firman Allah SWT dalam Surah Al-Iklhas, yang insyaallah kurang lebih artinya :
A’udzubillahi minassyaithonir rojiim, Bismillahir rahmanir rahiim [1] Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa [2] Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu [3] Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan [4] dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia
Mungkin akan timbul pertanyaan, mengapa cuma 4 kriteria diatas?. Karena konsep inilah yang paling universal dan paling singkat padat dan jelas untuk memahami Tuhan. Mari kita coba pelajari bersama :
[1] Tuhan hanya 1. Jika umat lain menawarkan “three in one” adalah konsep Tuhan YME, maka seharusnya 3 entitas tersebut kembar identik (baik wujud dan sifatnya). Jika umat lain berusaha bersikap bijak merangkum dengan konsep “paramatman, bhagavan, brahman” itu hanyalah usaha sia-sia menuju konsep Tuhan YME karena akan menghasilkan kesimpulan bahwa semua adalah Tuhan.
[2] Tempat bergantung segala sesuatu. Konsep ini akan membungkam anggapan bahwa Tuhan bermula, Tuhan dipengaruhi oleh sesuatu yang lain diluar diri-Nya. Dan amat bodoh jika sudah memahami konsep ini kita masih menganggap Tuhan terikat dimensi ruang dan waktu.
[3] Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan. Hukum “sebab-akibat”, konsep “telur-ayam” hanyalah salah satu sistem perputaran ciptaan Tuhan, jadi mohon berhenti memikirkan bahwa Tuhan terikat oleh sistem itu.
[4] Tak ada yang setara dengan-Nya. Jelas sekali bahwa segala sesuatu di alam semesta ini hanya ciptaan-Nya.
Mungkin ada pemikiran lagi mengapa “Maha Pengasih” dan sejenisnya tidak masuk dalam 4 kriteria diatas?. Hal itu karena “Maha Pengasih” itu subyektif dimata manusia. Selanjutnya, adakah umat lain yang menyangkal 4 kriteria itu ? Lalu apakah hanya dalam Islam konsep Universal tersebut ada?. Sebelum Allah mengutus nabi Muhammad, Allah telah mengajarkan keuniversalan Nya lewat nabi-nabin Nya terdahulu. Dan itu bisa kita lihat dalam kitab-kitab agama-agama sebelumnya. Misalnya:
Dalam agama Zoroaster (Dasatir, Ahura Mazda)
1. Dia itu satu
2. Dia lebih dekat padamu daripada dirimu sendiri
3. Dia diatas segala yang kamu bayangkan
4. Dia tanpa awal dan akhir
5. Dia tak punya bapak, istri dan anak
6. Dia tak berujud
7. Tak ada yang menyerupainya
8. Tak dapat dilihat dan dipahami dengan pikiran
Dalam agama Hindu juga terdapat konsep Tuhan sebagai berikut :
1. “Ekam evadvitiyam” (Dia satu satunya tanpa ada duanya) [Chandogya Upanishad 6:2:1]
2. “Na casya kascij janita na cadhipah.” (Tak punya orang tua dan tuan) [Svetasvatara Upanishad 6:9]
3. “Na tasya pratima asti” (Tak ada yang menyerupainya) [Svetasvatara Upanishad 4:19]
4. “Na samdrse tisthati rupam asya, na caksusa pasyati kas canainam.” (Ujud Nya tak dapat dilihat, tak ada yang bisa melihatnya dengan mata)
[Svetasvatara Upanishad 4:20]
[Svetasvatara Upanishad 4:20]
Dalam agama Yahudi :
1. “Dengarlah hai Israel : Tuhan kita adalah Tuhan yang satu.”[Ulangan 6:4]
2. “Akulah Tuhan, tak ada penyelamat selain Aku.”[Yesaya 43:11]
3. “Akulah Tuhan, Tiada Tuhan yang lain .”[Yesaya 45:5]
4. “Akulah Tuhan tiada yang lain; Akulah Tuhan, Tak ada yang menyerupai Ku.”[Yesaya 46:9]
Dalam agama Kristen :
1. “Bapaku lebih besar dari aku.” [Yohanes 14:28]
2. “Bapaku lebih besar dari semua.” [Yohanes 10:29]
3. “…Aku mengusir Setan atas kuasa Tuhan….” [Matius 12:28]
4. “Aku tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar, dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.” [Yohanes 5:30]
Pada dasarnya semua agama yang berserah diri pada Allah adalah Islam. Agama apapun selama berserah diri pada identitas Tuhan Allah bisa dikatakan Islam. Islam/Al-Quran hanya sebagai pengoreksi, pelurus dan pemberi peringatan ajaran-ajaran sebelumnya agar kembali ke jalan Allah. Dan Kitab Suci yang dibawa nabi Muhammad itu (Al-Qur’an) sebagai petunjuk yang lebih terang dan jelas akan eksistensi Tuhan.
Lafadz “Allah” dalam Kitab Suci lain.
Hampir semua Kitab Suci agama besar di dunia mengandung kata "Allah" sebagai salah satu nama Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwasannya Tuhan yang selama ini dimaksud oleh umat manusia adalah Tuhan yang sama, namun karena pendistorsian – pendistorsian ajaran agama selama berabad abad sebelum kedatangan Islam sangat mungkin menjadikan “Allah” Tuhan sejati yang harusnya dituju menjadi kabur dan berubah baik nama, wujud, dan sifat-Nya.
Ketika sekolah kita diajarkan 'D- O' dibaca “du” , 'T-O' dibaca “tu”. Tapi 'G- O' dibaca “go” bukan 'Gu'. 'N-U-T' dibaca “nat” , 'C-U-T' dibaca “kat” ; 'B-U-T' dibaca “bat” , apa bacaan 'P- U- T'? Tidak 'pat' tetapi adalah 'put'. Jika Anda bertanya "Mengapa?" Jawabannya adalah "Karena itu adalah bahasa mereka". Jika saya ingin lulus saya harus membaca 'P- U-T' dengan membaca “put” bukan “pat”. Demikian pula pengucapan yang tepat untuk A-L-L-A-H, adalah Allah.
1a. Elohim, El, Elah, Alah
Dalam Alkitab, Allah sangat sering disebut sebagai 'Elohim' dalam bahasa Ibrani. Akhiran 'im' adalah jamak kehormatan dan Allah itu disebut sebagai 'El' atau 'Eloh', di dalam Injil bahasa Inggris dengan komentar, diedit oleh pendeta C.I. scofield. 'Elah' jika dieja tertulis 'Alah'. Perbedaan dalam ejaan hanya satu huruf 'L'. Muslim mengeja “Allah SWT” sebagai 'Allah' sementara Pendeta mengejanya sebagai “Alah” dan diucapkan sebagai 'Elah'. Muslim mengucapkan sebagai Allah. Bahasa Ibrani dan bahasa Arab adalah berdekatan (bahasa saudara)karena itu Muslim mengucapkan nya 'Allah' dan bukan dengan pengucapan 'Elah'.
1b. Yesus (AS) berseru kepada Allah ketika ia disalib
Disebutkan di Perjanjian Baru dalam Injil Matius, bab 27 ayat 46 dan juga Injil Markus, bab 15 ayat 34 ketika Yesus (AS) telah disalib.
Yesus berseru dengan suara nyaring berkata "E'-Li, E'-li' La-ma sa-bach'-tha-ni?" yang mengatakan, “Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku? "Apakah ini suara seperti “Yehuwa! Yehuwa! mengapa kamu telah meninggalkan saya?” Apakah suara seperti “Bapa, Bapa?” Jawabannya adalah 'Tidak'.Bahasa Ibrani dan Bahasa Arab adalah bahasa yang berdekatan(bahasa saudara, seperti Indonesia dan Malaysia) dan jika Anda menerjemahkan "E'-Li, E'-li' La-ma sa-bach'-Tha-ni" dalam Bahasa Arab itu adalah 'Allah Allah lama tarak Tani' tidakkah itu serupa?
Pernyataan Yesus (AS) ini, " E'-Li, E'-li' La-ma sa-bach'-Tha-ni " adalah dipertahankan dalam bahasa Ibrani yang asli dalam setiap terjemahan yang tersedia lebih dari 2000 bahasa yang berbeda di dunia dan di setiap terjemahan itu, nama "Allah" ada.
2. "Allah" dalam Agama Sikh
Salah satu nama yang disebut Tuan Gurunanak berhubungan dengan Tuhan adalah "Allah".
3a. "Allah" dalam Kitab Rigveda 2 Hymne I ayat II
Bahkan di Kitab Rigveda adalah sebagian besar isi kitab suci dalam agama Hindu, salah satu atribut yang diberikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dalam Kitab nomor 2 Hymne no I ayat II, adalah 'Ila' yang jika diucapkan adalah sama dengan ucapan kata “Allah”.
3b. Allo Upanishad:
Di antara berbagai Upanishad salah satu Upanishad namanya sebagai 'Allo' ,Upanishad ini merujuk kepada "Allah" disebutkan beberapa kali.
IRASIONAL hanyalah ungkapan dari sesuatu yg belum bisa dicapai dng "rasional". KEKOSONGAN hanyalah ungkapan ketidakberdayaan utk menggambarkan "isi" yg belum pernah terbayangkan. IMPERSONAL hanyalah keterbatasan bahasa manusia utk menggambarkan personal Tuhan yg tak terjangkau akal.
Walllahu a’lam.
Semoga bermanfaat.
Inspired :
Al-Qur’an Al Karim,
http://vilaputih.wordpress.com,
http://ngarayana.web.ugm.ac.id,