Bismillahirrohmaanirrohiim.
Sebagai khalifatul fil 'ardh, manusia bukan diharuskan menundukan alam tapi mengelola dan melestarikannya, rahmatan lil 'alamin. Jadi amat konyol jika ummat Islam menjadi perusak alam, amat konyol jika kita cuek dengan kebersihan diri dan lingkungan, amat konyol jika sayapun cuman bisa berteori doang. :D Setidaknya saya ingin mengajak diri sendiri khususnya untuk memperhatikan alam semesta dengan dimulai dengan memperhatikan diri sendiri, ibda' binnafsi (memulai dari diri sendiri).
Saya tak akan mengemukakan panjang lebar. Cukup ayat2 berikut saja yang menjadi alasan saya berpendapat bahwa para pemikir, filsuf, ilmuwan pun sejatinya mengetahui rahasia semesta. Namun diperlukan bahasa2 praktis agar orang2 awam mudah memahaminya. Sebagai misal ada "Hipotesis Gaia" dalam masyarakat Yunani, bahwa bumi itu hidup, tumbuh dan berkembang layaknya makhluk hidup, bisa sedih marah dan sebagainya. Itulah mengapa ada istilah Dewi Bumi. Bahasa2 praktis itulah yang pada gilirannya mendistorsi makna yang seharusnya, disadari ato tidak. "Hidup"nya bumi bukan berarti layaknya hidupnya kita, manusia. Jadi "menyembah" bumi seharusnya bukan dimaknai menyembah sebenarnya, tapi menghargai eksistensi bumi.
Ayat tentang Mikrokosmos
QS Adz Dzariyyat, 51:21. dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Ayat tentang Makrokosmos
QS Adz Dzariyyat, 51:22. Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.
Tak heran jika ada sebuah kata hikmah, yang bisa mengetahu jati dirinya akan mengetahui kesejatian Tuhannya.
Semoga bermanfa'at.