Gambar dari sini |
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Sholawat serta salam senantiasa kita haturkan pada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, sohabat serta para pengikutnya.
Ketika berhadapan dengan seorang Profesor tentu kita mengormati dan menghargainya karena kejeniusannya, ketika berhadapan dengan orang kaya entah sadar atau tidak kita segan dengan kekayaannya, ketika berhadapan dengan pejabat terkadang kita segan dengan kedudukannya. Dan kita sebagai ummat Islam tentu juga langsung mengingat firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala, kurang lebih artinya :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al Hujurat, 49 : 13)[Lihat tafsir di sini].
Itulah dalil naqli yang biasa kita ingat ketika ada diantara kita yang menghargai - menghormati seseorang bukan karena ketaqwaannya. Yah... dan dalil itulah yang biasa disampaikan agar secara tidak langsung seorang 'Ulama - Kiai - Ajengan - Ustadz - Syeikh mendapat penghormatan dan penghargaan dari masyarakat. Dalil itu pula yang biasa diucapkan seorang muslimin - muslimat (yang merasa menjadi) pecundang ketika menghadapi kesombongan orang yang membanggakan kekayaan, kedudukan dan prestasi keduniawian.
Adalah hal wajar ketika kita bisa menghargai dan menghormati seseorang karena prestasi duniawinya, adalah hal wajar ketika kita dengan mudah menghormati dan menghargai seorang 'Ulama, seorang Ustadz/Ustadzah. Namun... apakah wajar ketika kita tidak bisa menghormati dan menghargai seorang preman, seorang pelacur, seorang ahli maksiyat ? Bahkan... masihkah kita bisa menghormati dan menghargai seseorang yang kita anggap kafir karena belum memeluk Islam ?.
Wake up, kawan.... !!! Kita belum tentu lebih bertaqwa walaupun rajin sholatnya, kita belum tentu lebih beriman dan berislam ketimbang para ahli maksiyat yang mungkin kita remehkan, kita belum tentu lebih mulia daripada orang2 non-Islam yang begitu tulus menjalankan agamanya, karena... kita tidak tahu bagaimana kondisi akhir hayat kita, masihkah bertaqwa, masihkah beriman, masihkah berislam ? Bisa jadi yang kita anggap hina, bisa jadi yang kita anggap tak bertaqwa justru diakhir hayatnya lebih mulia dari kita. Yang pantas kita lakukan hanyalah berdo'a dan berusaha, agar langkah kita senantiasa dalam jalan lurus yang diridhoi Allah Ta'ala.
Semoga bermanfa'at.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al Hujurat, 49 : 13)[Lihat tafsir di sini].
Itulah dalil naqli yang biasa kita ingat ketika ada diantara kita yang menghargai - menghormati seseorang bukan karena ketaqwaannya. Yah... dan dalil itulah yang biasa disampaikan agar secara tidak langsung seorang 'Ulama - Kiai - Ajengan - Ustadz - Syeikh mendapat penghormatan dan penghargaan dari masyarakat. Dalil itu pula yang biasa diucapkan seorang muslimin - muslimat (yang merasa menjadi) pecundang ketika menghadapi kesombongan orang yang membanggakan kekayaan, kedudukan dan prestasi keduniawian.
Adalah hal wajar ketika kita bisa menghargai dan menghormati seseorang karena prestasi duniawinya, adalah hal wajar ketika kita dengan mudah menghormati dan menghargai seorang 'Ulama, seorang Ustadz/Ustadzah. Namun... apakah wajar ketika kita tidak bisa menghormati dan menghargai seorang preman, seorang pelacur, seorang ahli maksiyat ? Bahkan... masihkah kita bisa menghormati dan menghargai seseorang yang kita anggap kafir karena belum memeluk Islam ?.
Wake up, kawan.... !!! Kita belum tentu lebih bertaqwa walaupun rajin sholatnya, kita belum tentu lebih beriman dan berislam ketimbang para ahli maksiyat yang mungkin kita remehkan, kita belum tentu lebih mulia daripada orang2 non-Islam yang begitu tulus menjalankan agamanya, karena... kita tidak tahu bagaimana kondisi akhir hayat kita, masihkah bertaqwa, masihkah beriman, masihkah berislam ? Bisa jadi yang kita anggap hina, bisa jadi yang kita anggap tak bertaqwa justru diakhir hayatnya lebih mulia dari kita. Yang pantas kita lakukan hanyalah berdo'a dan berusaha, agar langkah kita senantiasa dalam jalan lurus yang diridhoi Allah Ta'ala.
Semoga bermanfa'at.